Terlihat warga tuntut agar tambak udang ditutup (Foto : Semeru Pos/Bayu) |
Semeru Pos | Trenggalek –Suasana di depan Pendopo Manggala Praja Nugraha Kabupaten Trenggalek memanas saat ratusan warga Munjungan menggelar unjuk rasa besar-besaran. Mereka menuntut penutupan tambak udang yang selama ini dituding mencemari laut dan merusak ekosistem sekitar. Dalam aksi ini, warga tidak datang dengan tangan kosong , mereka juga membawa 5 galon yang berisikan air tercemar limbah sebagai bukti nyata atas dugaan pembuangan limbah tambak yang meresahkan sejak 2016.
Menurut Hanung Kurniawan, tokoh yang dipercaya mewakili warga, pencemaran yang disebabkan oleh limbah tambak sudah tidak bisa ditoleransi lagi. Ia mengungkapkan bahwa para nelayan sering mengeluh terkena gatal-gatal setelah kembali dari laut yang tercemar. Hal ini semakin memperparah keadaan, terlebih karena laporan mereka sejak delapan tahun lalu belum juga mendapatkan tanggapan yang memuaskan dari pihak berwenang.
“Sejak 2016, keluhan sudah kami sampaikan. Tapi tidak ada tindakan konkret dari pemerintah. Kekecewaan warga makin menumpuk, sampai akhirnya kami memutuskan untuk turun ke jalan hari ini,” ujar Hanung dengan nada kesal,Kamis (10/10/2024)
Ia juga menambahkan bahwa aksi ini baru langkah awal. Jika dalam satu minggu tuntutan tidak terpenuhi, warga siap melakukan aksi yang lebih besar dan melibatkan lebih banyak massa. "Ini baru awal. Kalau dalam seminggu tidak ada tindakan, kami akan datang lagi dengan jumlah massa lebih besar,” tegasnya. Hanung juga mengingatkan bahwa aksi serupa pernah dilakukan warga pada 2012 terkait masalah yang berbeda.
Pencemaran air laut menjadi pokok utama keluhan warga. Nelayan yang beraktivitas di wilayah tersebut kini seringkali mengalami masalah kesehatan, terutama gatal-gatal yang mereka yakini disebabkan oleh limbah tambak. Situasi ini memburuk saat musim kemarau, di mana air laut yang semakin kotor semakin memperparah kondisi nelayan yang terkena dampaknya.
Hanung juga menyoroti buruknya pengelolaan limbah di tambak-tambak tersebut. Meski secara aturan mereka diwajibkan memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), kenyataannya fasilitas ini tidak berfungsi optimal. Bahkan, video bukti pembuangan limbah pernah ia kirim langsung kepada bupati pada 2023, namun perbaikan yang dijanjikan tidak kunjung terealisasi.
“Yang paling absurd, lokasi IPAL malah lebih tinggi dari tambaknya. Air jadi susah mengalir dengan baik. Sistemnya sudah jelas tidak efektif,” keluh Hanung.
Data warga menyebutkan ada 12 tambak udang yang beroperasi di Munjungan, meskipun pemerintah daerah hanya mencatat lima tambak—empat sudah memiliki izin dan satu lagi belum mengantongi izin. Menanggapi aksi warga, pemerintah daerah menyampaikan janji akan segera mengambil tindakan terhadap tambak-tambak yang tidak sesuai aturan.
“Syukurlah, pemerintah daerah berkomitmen bahwa tambak yang tidak berizin akan ditutup dalam waktu satu minggu. Sementara tambak yang sudah berizin akan dipantau lebih ketat terkait penggunaan IPAL-nya dalam waktu satu bulan,” jelas Hanung menutup aksinya.
Aksi protes ini menjadi puncak kekecewaan warga Munjungan yang merasa lingkungan hidup mereka telah rusak oleh aktivitas tambak udang, dengan harapan besar bahwa pemerintah segera menindaklanjuti masalah ini demi kebaikan bersama.
Bayu K/Red